Translokasi Orangutan Ketapang, Upaya Menyelamatkan Satwa dan Meredam Konflik Dengan Manusia - LensaJurnalis.com | Sumber Informasi Terkini

Breaking

Home Top Ad

Sabtu, 10 Mei 2025

Translokasi Orangutan Ketapang, Upaya Menyelamatkan Satwa dan Meredam Konflik Dengan Manusia

Foto : Petugas gabungan saat merelokasi orangutan jantan ke hutan gunung Tarak Ketapang Kalbar. (Lensajurnalis.com/HN)



Ketapang, Lensajurnalis.com — Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Ketapang Selatan, dan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) melakukan translokasi satu individu orangutan jantan dewasa dari Dusun Sumber Priangan, Desa Simpang Tiga Sembelangaan, Kabupaten Ketapang, ke Hutan Lindung Gunung Tarak, Desa Pangkalan Teluk, pada Kamis, (8/52025). 


Translokasi ini dilakukan sebagai respons atas laporan masyarakat mengenai kemunculan orangutan tersebut di area perkebunan dan pekarangan warga. Satwa liar ini diketahui beberapa kali memakan buah-buahan seperti jambu, kelapa, dan nanas milik warga, yang memicu kekhawatiran dan potensi konflik.


Menindaklanjuti laporan tersebut, tim Orangutan Protection Unit (OPU) YIARI segera melakukan verifikasi di lapangan. Hasil pemantauan menunjukkan potensi konflik yang serius antara manusia dan orangutan, yang dapat mengancam keselamatan kedua belah pihak.


Setelah berkonsultasi dengan BKSDA Kalimantan Barat, disepakati bahwa langkah terbaik adalah memindahkan orangutan ke habitat yang lebih aman dan sesuai. Translokasi ini bertujuan tidak hanya untuk melindungi individu orangutan tersebut, tetapi juga untuk menjaga keamanan dan kenyamanan masyarakat sekitar. Ini menjadi solusi win-win yang diambil sebelum situasi berkembang menjadi lebih berisiko.


Beberapa warga mengaku sempat panik ketika orangutan terlihat di pekarangan rumah mereka. “Awalnya kami kira hanya monyet biasa. Tapi setelah dilihat lebih dekat, ternyata orangutan,” ujar seorang warga. “Kami takut, tapi juga kasihan. Mungkin dia tersesat atau habitatnya terganggu,” tambah lainnya. Kejadian ini sempat viral di media sosial lokal, setelah video orangutan tersebut beredar luas.


Lokasi kemunculan orangutan berada sangat dekat dengan jalan raya utama yang menghubungkan Ketapang dan Pontianak, sehingga meningkatkan risiko kecelakaan dan ancaman bagi manusia maupun satwa. Selain itu, kawasan tersebut telah mengalami degradasi habitat akibat alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit serta aktivitas perambahan hutan, sehingga tak lagi layak sebagai tempat hidup orangutan.


Kasus ini menambah panjang daftar konflik manusia-orangutan di wilayah Ketapang. Pada pertengahan tahun lalu, seekor induk orangutan ditemukan mati di kebun warga dengan luka parah yang diduga akibat senjata tajam. Sementara itu, pada tahun sebelumnya di Desa Sungai Pelang, seekor orangutan bahkan sempat melukai warga akibat merasa terancam.


Mengingat urgensi situasi, tim gabungan berangkat ke lokasi sejak dini hari dan tiba sekitar pukul 04.30 WIB. Proses evakuasi dilakukan secara hati-hati. Tim medis YIARI menggunakan senjata bius dengan dosis yang telah disesuaikan berdasarkan ukuran dan berat badan orangutan. Penembakan bius hanya dilakukan oleh petugas bersertifikat yang memiliki izin resmi, untuk memastikan keselamatan satwa dan tim lapangan.


Setelah berhasil dibius dan diamankan, orangutan diperiksa oleh tim medis. Satwa jantan dengan berat sekitar 60–65 kilogram ini diketahui memiliki luka lama di punggung tangan kiri yang masih mengeluarkan nanah dan darah. Luka tersebut telah dibersihkan dan di-flushing. Pemeriksaan gigi menunjukkan adanya kerusakan, seperti gigi patah dan hilang, yang kemungkinan besar disebabkan oleh usia lanjut. Meski begitu, secara umum kondisi fisik orangutan dinyatakan cukup baik untuk dilepasliarkan.


Usai pemeriksaan, orangutan langsung dibawa menuju kawasan Hutan Lindung Gunung Tarak, yang telah dinyatakan layak berdasarkan hasil survei habitat. Perjalanan menuju lokasi memakan waktu sekitar tujuh jam, dengan dukungan masyarakat setempat yang turut membantu proses pelepasan ke dalam hutan. Setibanya di lokasi, orangutan menunjukkan respons positif—bergerak cepat menjauh dan menunjukkan perilaku alami, sebagai tanda kesiapan kembali hidup liar.


Hutan Lindung Gunung Tarak dipilih sebagai lokasi pelepasliaran karena memiliki kondisi ekologis yang mendukung, termasuk ketersediaan pakan alami dan populasi orangutan yang masih rendah, sehingga meminimalkan potensi konflik antarsatwa. Kawasan ini berada di bawah pengelolaan KPH Ketapang Selatan dan masih terhubung secara lanskap dengan Taman Nasional Gunung Palung, salah satu habitat orangutan terpenting di Kalimantan.


Di dalam kawasan ini juga terdapat stasiun monitoring yang digunakan untuk mengamati perilaku orangutan dan memastikan keberlanjutan fungsi ekosistem. Tim YIARI bersama KPH Ketapang Selatan secara rutin memantau kondisi kawasan sebagai bagian dari komitmen konservasi jangka panjang.


Ketua Umum YIARI, Silverius Oscar Unggul, menyampaikan bahwa pelepasliaran ini adalah bukti nyata pentingnya kerja sama multipihak dalam pelestarian satwa liar. “Kami mengapresiasi keterlibatan aktif masyarakat yang membantu proses pelepasan hingga ke dalam kawasan hutan. Ini adalah langkah kecil yang membawa dampak besar bagi pelestarian hutan dan masa depan keanekaragaman hayati Indonesia,” ujarnya.


Sementara itu, Kepala KPH Ketapang Selatan, Kuswadi, SP., menyampaikan terima kasih atas kolaborasi berbagai pihak dalam mendukung proses translokasi ini. Ia juga mengimbau masyarakat di sekitar kawasan untuk terus menjaga kelestarian Hutan Lindung Gunung Tarak seluas kurang lebih 21 ribu hektare, agar tetap menjadi sumber kehidupan dan habitat satwa langka.


Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Murlan Dameria Pane, menegaskan bahwa translokasi ini merupakan bentuk komitmen dalam menangani konflik satwa liar secara cepat dan tepat. “Kami mengajak semua pihak untuk terus menjaga habitat alami agar tidak ada lagi satwa yang kehilangan tempat tinggalnya,” ujarnya.


Tentang YIARI :

Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) adalah lembaga nirlaba yang bergerak di bidang pelestarian primata Indonesia, melalui kegiatan penyelamatan, rehabilitasi, pelepasliaran, serta pemantauan pasca-lepas liar. Dengan pendekatan holistik dan kerja sama lintas sektor, YIARI berkomitmen menciptakan harmoni antara manusia, satwa, dan habitat alaminya. (HN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad