
Ketapang, Lensajurnalis.com – Aktivitas proyek industri tanpa sosialisasi di Desa Pesaguan Kiri, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, kini memicu kecurigaan publik. Selain merusak hutan mangrove yang seharusnya dilindungi, proyek ini juga tidak jelas siapa pemilik dan penanggung jawabnya.
Berdasarkan pantauan jurnalis pada Sabtu (6/8/2025) di lokasi tampak tiga alat berat aktif meratakan lahan. Sejumlah pohon mangrove ditebang, dan kawasan pesisir yang biasanya hijau kini tampak gundul. Namun, tidak ada papan informasi proyek, dan tidak ada satu pun pekerja yang bersedia memberikan keterangan.
Seorang nelayan tradisional, Rahman (47), menyebut aktivitas ini sudah berlangsung beberapa pekan terakhir.
“Kami tidak tahu proyek ini untuk apa. Tidak ada penjelasan dari pemerintah atau perusahaan. Tiba-tiba mangrove ditebang. Kalau begini terus, kami kehilangan laut tempat cari ikan,” katanya.
Sementara itu, Nuradi (39), warga setempat, menyoroti anehnya pengerjaan proyek yang seolah dilakukan secara tertutup.
“Tidak ada papan proyek, tidak ada sosialisasi. Semua seperti sembunyi-sembunyi. Kalau resmi, seharusnya ada izin, ada pemberitahuan ke masyarakat,” ujarnya.
Jejak Proyek Industri di Ketapang
Investigasi sementara menunjukkan, beberapa tahun terakhir Ketapang menjadi sasaran masuknya proyek-proyek industri besar, mulai dari perkebunan sawit, smelter bauksit, hingga pelabuhan khusus. Polanya hampir serupa: kegiatan diawali dengan pembersihan lahan menggunakan alat berat, sementara papan proyek baru dipasang belakangan setelah aktivitas berjalan.
Sejumlah pegiat lingkungan menduga proyek di Pesaguan Kiri memiliki keterkaitan dengan ekspansi industri ekstraktif yang semakin masif di wilayah pesisir. Pasalnya, lokasi yang dirusak berdekatan dengan jalur transportasi laut strategis yang kerap dimanfaatkan untuk kepentingan industri pertambangan dan perkebunan.
Prosedur yang Seharusnya Dilalui
Setiap proyek yang bersinggungan dengan kawasan mangrove wajib mengikuti aturan ketat:
AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) harus disusun dan dipublikasikan sebelum pengerjaan.
Izin dari KLHK dan pemerintah daerah diperlukan jika proyek menyentuh kawasan pesisir.
Sosialisasi publik menjadi syarat mutlak agar masyarakat mengetahui dampak dan rencana mitigasi.
Rencana pemulihan lingkungan wajib dibuat jika mangrove harus ditebang, termasuk penanaman kembali dua kali lipat dari jumlah yang hilang.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa prosedur ini sama sekali tidak tampak. Tidak ada dokumen AMDAL yang diketahui publik, tidak ada sosialisasi, dan tidak ada bukti izin resmi yang dipublikasikan.
Ancaman Nyata
Ekologis: hilangnya fungsi mangrove sebagai benteng alami pesisir.
Ekonomi: nelayan tradisional terancam kehilangan sumber pendapatan.
Sosial: konflik horizontal dapat muncul jika masyarakat merasa dirugikan tanpa kompensasi.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Kabupaten Ketapang maupun instansi terkait. Jurnalis masih menelusuri keterlibatan pihak swasta atau perusahaan besar yang diduga berada di balik pengerjaan proyek misterius di Pesaguan Kiri. (AS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar