Ketapang, Lensajurnalis.com – Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Ketapang kembali menjadi sorotan tajam. Pelaksanaan sejumlah proyek infrastruktur di bawah dinas ini diduga tidak hanya asal-asalan, tetapi juga terindikasi sarat praktik penunjukan langsung (PL) yang tidak transparan dan disusupi pungutan liar (pungli).
Banyak proyek yang dilaksanakan terkesan hanya untuk menghabiskan anggaran APBD, tanpa memperhatikan kualitas, perencanaan teknis yang matang, maupun pengawasan lapangan. Salah satu contoh yang disorot publik adalah proyek peningkatan jalan Pelang – Kepuluk – Batu Tajam. Proyek tersebut dinilai tidak memberikan dampak signifikan dan cepat mengalami kerusakan.
“Proyeknya cepat rusak, asal jadi, padahal nilainya besar. Rakyat butuh hasil nyata, bukan proyek yang sekadar menghabiskan anggaran,” ujar Asnawi salah satu warga Sukahaja.
Dugaan pungli juga mencuat dari para kontraktor lokal. Mereka menyebut adanya kewajiban memberikan fee sebesar 10 hingga 15 persen dari nilai proyek kepada oknum tertentu sebagai “syarat tak tertulis” untuk bisa mendapatkan pekerjaan.
“Kalau tidak setor, ya tidak dapat proyek. Kadang diminta di awal, kadang setelah proyek selesai,” ungkap salah satu kontraktor.
Mantan kontraktor yang kini berhenti menyatakan bahwa sistem proyek di lingkungan Dinas PUTR terlalu rumit dan penuh tekanan yang tidak sehat.
“Saya mundur karena terlalu banyak pungli. Kerja cepat, kualitas tak penting. Yang penting anggaran cair,” ujarnya.
Proyek PL: Di Atas Kertas Teratur, di Lapangan Amburadul
Dalam regulasi pengadaan barang/jasa pemerintah, proyek PL (Penunjukan Langsung atau Pengadaan Langsung) memiliki empat tahapan wajib:
1. Perencanaan – identifikasi kebutuhan, penetapan spesifikasi, dan penyusunan anggaran.
2. Pemilihan Penyedia – penunjukan langsung atau pengadaan langsung berdasarkan kualifikasi penyedia.
3. Pelaksanaan – pengawasan mutu dan pelaksanaan kontrak.
4. Pelaporan – berita acara serah terima dan dokumentasi proyek.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak proyek PL di Ketapang justru menyimpang dari prosedur tersebut. Proyek-proyek terlihat minim dokumentasi, tanpa pengawasan teknis yang memadai, dan tidak ada laporan transparan ke publik.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas PUTR Ketapang, H. Dennery, menegaskan bahwa dinasnya hanya menjalankan program yang telah ditetapkan, termasuk dari DPRD dan instansi lain.
“Kami ini pelaksana program. Banyak proyek berasal dari pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD atau dari perangkat daerah lain. Tapi saya tetap tekankan kepada jajaran, apa pun sumbernya, pelaksanaan teknis harus sesuai aturan,” ujar Dennery pada (18/7/2025) pagi.
Ia juga menyatakan bahwa tidak akan mentolerir kinerja buruk dari bawahannya.
“Saya sudah sampaikan, siapa pun yang tidak mampu bekerja dengan baik, silakan mundur. Saya ingin pembangunan dari APBD Ketapang benar-benar dirasakan oleh masyarakat,” tegasnya.
Masyarakat Desak Bupati Tegas
Di tengah polemik ini, masyarakat mendesak Bupati Ketapang untuk turun tangan langsung melakukan evaluasi kinerja pejabat, khususnya di OPD teknis seperti PUTR. Mereka meminta agar oknum-oknum pejabat yang bermain-main dengan dana publik ditindak tegas, bahkan diganti jika perlu.
“Bupati harus berani menegur dan mengganti pejabat yang merusak citra pemerintahan. Kalau tidak mendukung visi misi bupati, untuk apa dipertahankan?” ujar salah seorang warga Ketapang.
Berbagai temuan dan keluhan ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah agar segera melakukan pembenahan mendasar dalam tata kelola proyek, khususnya yang menggunakan skema PL. Tanpa reformasi menyeluruh dan pengawasan yang serius, dana APBD Ketapang terancam terus terbuang percuma—sementara rakyat masih menanti pembangunan yang benar-benar menyentuh kebutuhan mereka. (HN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar