Wajah Buram BPN Ketapang: Dari Kelambanan, Pungli hingga Tumpang Tindih Sertifikat Serta Menjadi Sumber Konflik Lahan - LensaJurnalis.com | Sumber Informasi Terkini

Breaking

Home Top Ad

Selasa, 22 Juli 2025

Wajah Buram BPN Ketapang: Dari Kelambanan, Pungli hingga Tumpang Tindih Sertifikat Serta Menjadi Sumber Konflik Lahan

Foto : Kantor ATR/BPN Ketapang. (Lensajurnalis.com/HN)


Ketapang, Kalimantan Barat — Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Ketapang kini menjadi sorotan tajam publik. Dugaan kuat bahwa institusi ini menjadi sarang mafia tanah dan percaloan mencuat, menyusul serangkaian konflik agraria yang tak kunjung terselesaikan, serta banyaknya keluhan masyarakat yang merasa dipersulit dalam pengurusan hak atas tanah.


Konflik antara warga dan perusahaan, serta sengketa antarwarga akibat tumpang tindih sertifikat, menjadi gejala dari persoalan mendalam dalam tata kelola pertanahan di Ketapang. Hasil investigasi jurnalis mengungkap dugaan keterlibatan oknum dalam memanfaatkan celah birokrasi untuk kepentingan pribadi maupun jaringan percaloan.


"Tiga Tahun Tak Ada Kepastian"


Kasus yang menjadi perhatian publik adalah yang dialami Arif, warga Kecamatan Simpang Hulu. Dalam unggahannya di Facebook, Arif meluapkan kekecewaan karena telah tiga tahun mengurus sertifikat tanahnya, namun belum ada kejelasan.


“Susah benar berurusan dengan BPN Ketapang, sudah tiga tahun ngurus pemecahan sertifikat tak kunjung selesai, coba nelpon dan chat pihak BPN tapi tidak di respon,” tulis Arif dalam postingannya yang viral dan dibanjiri komentar senada dari warga lain.


Setelah unggahan itu ramai, barulah pihak BPN menghubungi Arif dan menjanjikan percepatan proses. 


"Maaf tadi malam petugas BPN udah nelepon ke saya, kalau dia udah di telfon atasan berkas udah di pegang udah ketemu alasan sebelumnya dia bilang berkas tidak ketemu. Jadi saya mau nengok kedepan kalau tidak lanjuti ya udah" ungkap Arif saat dikonfirmasi awak media. 


Dugaan Pungli dan Prosedur Tak Transparan


Tak hanya lambat, proses pengurusan tanah di BPN Ketapang juga diduga sarat praktik pungutan liar (pungli). Beberapa warga mengaku diminta membayar “uang tambahan” di luar tarif resmi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.


Ironisnya, meskipun sudah mengeluarkan biaya lebih, banyak dari mereka tetap tidak mendapatkan kepastian kapan sertifikat diterbitkan.


“Kami seperti dijadikan sapi perah. Bayar lebih, tapi tetap tidak selesai,” ujar salah satu warga Desa Sungai Melayu yang minta identitasnya disamarkan.


Respons dari BPN Ketapang


Menanggapi keluhan warga yang viral, Mahmud Khusairi, salah satu staf BPN Ketapang, menyayangkan aksi warga yang menyuarakan protes di media sosial.


“Kami mohon, kalau ada keluhan, sampaikan langsung ke kantor kami, jangan dulu di media sosial,” ujar Mahmud, Rabu (16/7/2025).


Mahmud menyatakan bahwa biaya yang berlaku sudah sesuai aturan. Jika ada biaya tambahan, katanya, kemungkinan besar itu ulah oknum. Ia juga mengakui bahwa program reformasi internal peninggalan Kepala BPN sebelumnya, Antonius, belum berjalan efektif.


“Kami akui, masih ada oknum yang bermain di dalam. Harapan kami, kepala BPN yang baru bisa membawa perubahan,” imbuhnya.


Kepala BPN Baru Belum Bersikap


Jurnalis telah berupaya meminta tanggapan langsung dari Herculanus Richardo Lassa, Kepala Kantor BPN Ketapang yang baru menggantikan Antonius. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada respons resmi dengan alasan masih dalam masa transisi jabatan.


Desakan Audit Menyeluruh dan Bersih-Bersih Oknum


Melihat makin banyaknya laporan dan keluhan, sejumlah organisasi masyarakat sipil dan aktivis agraria mendesak agar Kementerian ATR/BPN melakukan audit menyeluruh terhadap kinerja dan praktik di BPN Ketapang. Mereka juga meminta dibentuk tim investigasi independen guna mengusut dugaan mafia tanah, calo, dan pungli yang telah merugikan masyarakat kecil.


“Ini bukan sekadar pelayanan buruk, tapi soal hak dasar atas tanah dan keadilan bagi warga,” tegas seorang aktivis agraria dari Ketapang yang turut mendampingi warga korban konflik.



Masyarakat kini menanti gebrakan nyata dari pimpinan BPN yang baru, bukan hanya pernyataan normatif. Harapan besar disematkan pada reformasi pelayanan dan penindakan tegas terhadap oknum dalam tubuh lembaga yang seharusnya menjamin kepastian hukum agraria ini. (HN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad