
Ketapang, Lensajurnalis.com - Konflik agraria antara masyarakat Desa Pelanjau Jaya dan PT. Budidaya Agro Lestari (BAL), anak perusahaan dari Minamas Group asal Malaysia, kembali mencuat ke permukaan dan menjadi perhatian publik. Sorotan kini mengarah kepada Kepala Desa Pelanjau Jaya, Lucas Perno, yang diduga telah melakukan pembohongan publik terkait proses pembebasan lahan seluas 1.067,11 hektare yang diajukan PT. BAL untuk memperoleh Hak Guna Usaha (HGU).
Dalam sejumlah pertemuan baik formal maupun informal, Lucas Perno secara terbuka menyatakan bahwa dirinya berpihak kepada masyarakat. Ia juga menegaskan komitmennya dalam memperjuangkan hak-hak warga yang mengaku lahannya dirampas oleh perusahaan perkebunan sawit tersebut.
Namun, pernyataan itu belakangan diragukan setelah beredar sebuah dokumen resmi tertanggal 1 Oktober 2023, yang ditandatangani oleh Lucas Perno, Ketua BPD Alex, dan Camat Marau, Supardi. Dalam surat itu, disebutkan bahwa dari total lahan seluas 1.067,11 hektare, sebanyak 324,3 hektare telah diberikan ganti rugi atas tanaman tumbuh, sedangkan 742,81 hektare lainnya dinyatakan sebagai tanah negara yang telah diserahkan kepada PT. BAL untuk pembangunan kebun kelapa sawit.
Surat tersebut juga menyebutkan bahwa sebagai bentuk kompensasi, perusahaan telah menyiapkan lahan plasma seluas 400 hektare yang akan dikelola bersama masyarakat dengan skema bagi hasil 80:20.
Inkonsistensi antara pernyataan lisan kepala desa dengan isi dokumen tersebut menimbulkan kecurigaan dan kemarahan warga. Mereka menuntut klarifikasi serta transparansi dalam proses pelepasan lahan yang dianggap tidak sah karena dilakukan tanpa keterlibatan masyarakat secara menyeluruh.
> “Di forum-forum, kepala desa selalu bilang membela kami. Tapi surat itu justru menunjukkan yang sebaliknya. Kami merasa dikhianati,” ujar seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Tak hanya soal konflik lahan, warga juga mempertanyakan transparansi pengelolaan dana desa. Mereka mengeluhkan tidak adanya informasi terbuka mengenai anggaran dan program pembangunan, baik dalam bentuk papan pengumuman, baliho, maupun infografis. Akibatnya, masyarakat tidak mengetahui bagaimana anggaran desa dialokasikan dan direalisasikan.
Pantauan jurnalis di lapangan juga menunjukkan kondisi kantor desa yang memprihatinkan: minim fasilitas, kurang terawat, dan bahkan ruang kerja kepala desa tampak tidak difungsikan sebagaimana mestinya—kotor dan berdebu.
Selain itu, infrastruktur dasar seperti jalan dan jembatan di desa juga banyak dikeluhkan warga. Beberapa jembatan kecil yang dibangun beberapa tahun lalu kini dalam kondisi rusak parah. Warga menduga pembangunan tersebut tidak sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB), mengingat kualitasnya yang buruk dan cepat rusak.
Menyikapi kondisi ini, masyarakat Desa Pelanjau Jaya mendesak Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (PMPD) serta Inspektorat Kabupaten Ketapang untuk segera turun tangan, memanggil kepala desa, dan melakukan audit menyeluruh terhadap kinerja serta penggunaan anggaran desa.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Desa Lucas Perno belum memberikan tanggapan atas upaya konfirmasi dari jurnalis. (HN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar