
Ketapang, Kalimantan Barat – Aktivitas tambang emas ilegal di Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, semakin tak terkendali. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan kian nyata, namun upaya penindakan dari aparat penegak hukum dinilai sangat lemah dan terkesan dibiarkan.
Berdasarkan hasil investigasi tim wartawan di lapangan, terungkap adanya aktivitas penambangan liar berskala besar di wilayah Lubuk Toman, kilometer 26. Di lokasi tersebut ditemukan sejumlah alat berat dan dompeng (alat penambang emas tradisional), serta terpampang informasi mengenai syarat dan biaya menambang—mengindikasikan bahwa praktik ilegal ini dijalankan secara sistematis dan terbuka.
Sejumlah warga setempat mengungkapkan bahwa praktik tambang ilegal ini telah berlangsung lama dan menyebabkan kerusakan lingkungan serius. "Air sungai menjadi keruh, tanah rusak, dan hasil kebun menurun. Tapi tetap saja dibiarkan," kata seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Ironisnya, setiap kali aparat dari Polres Ketapang turun ke lokasi, para penambang beserta alat-alat beratnya sudah lebih dulu menghilang. Warga menduga kuat bahwa informasi razia telah bocor sebelum petugas tiba. “Sudah jadi rahasia umum, kalau aparat mau turun, mereka (penambang) pasti sudah tahu duluan,” ujar warga lainnya.
Data investigasi yang dihimpun di lapangan memuat daftar pemilik alat berat dan dompeng, termasuk jenis unit dan nama pengurus:
Daftar Sebagian Pemilik Tambang dan Alat Berat di Lubuk Toman, Km. 26
1. To (inisial) – 2 dompeng, unit HITACHI (pengurus: YU)
2. Ms – 2 dompeng, unit SANY H01
3. Sy– 1 dompeng, unit SUMITOMO
4. Sy (untuk Hr) – 2 dompeng, unit HITACHI
5. Hn (via Ri) – 1 puso, unit SUMITOMO
6. Hn (via Ar) – 3 dompeng, unit SUMITOMO
7. Ah (via Gdn) – 3 dompeng, unit CAT
... (dan setidaknya 12 nama lainnya dengan jumlah alat yang bervariasi)
Menanggapi temuan ini, Kapolres Ketapang saat dikonfirmasi pada Sabtu (3/5/2025) menyatakan, “Sudah dicek ke lokasi, tidak ada lagi aktivitas. Hanya ada ekskavator rusak yang sudah lama ditinggalkan,” ujarnya via WhatsApp.
Pernyataan tersebut kontras dengan fakta lapangan dan dokumen yang telah dikumpulkan oleh tim investigasi. Hal ini memperkuat dugaan bahwa penegakan hukum terhadap tambang ilegal di Ketapang berjalan tidak maksimal.
Sementara itu, data dari Kejaksaan Negeri Ketapang menunjukkan bahwa sepanjang tahun ini, hanya empat kasus tambang ilegal yang berhasil dibawa ke meja hijau, sebuah angka yang sangat kecil jika dibandingkan dengan luasnya aktivitas ilegal yang terjadi.
Aktivitas tambang emas ilegal di Ketapang tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mencederai wibawa hukum. Ketidaktegasan aparat dan indikasi kebocoran informasi menjadi bukti nyata bahwa praktik ini telah menjadi masalah sistemik yang memerlukan perhatian dan tindakan serius dari semua pihak, khususnya penegak hukum di daerah. (Tim Redaksi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar