Ketapang, Lensajurnalis.com – Kabupaten Ketapang mencatat realisasi investasi sebesar Rp 8 triliun pada semester II tahun 2025. Angka itu mendekati target nasional sebesar Rp 10 triliun dan dianggap sebagai indikator meningkatnya minat investor menanamkan modal di daerah ini.
Namun, gemerlap angka investasi yang tertera di atas kertas justru kontras dengan realitas di lapangan. Puluhan perusahaan besar beroperasi di Ketapang, tetapi dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat nyaris tak terasa. Pengangguran tetap tinggi, kemiskinan tak berkurang signifikan, dan kesempatan kerja bagi tenaga lokal sangat terbatas.
Lebih ironis lagi, kontribusi perusahaan terhadap pembangunan manusia misalnya beasiswa pendidikan hampir tak terdengar, sementara masyarakat justru harus menanggung dampak kerusakan infrastruktur dan lingkungan. Jalan-jalan porak poranda dilalui angkutan perusahaan, dan aktivitas tambang meninggalkan degradasi lingkungan yang kian parah.
“Dinas hanya melakukan verifikasi dan kompilasi data dari dinas teknis sesuai peraturan. Untuk izin lingkungan misalnya melalui Dinas Perkim LH, sementara izin perkebunan ditangani Distanakbun,” jelas Kepala DPMPTSP Ketapang, Marwannor.
80 Perusahaan Sawit, Konflik Tak Kunjung Reda
Data Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perkebunan (Distanakbun) mencatat ada 80 perusahaan sawit dengan 37 pabrik kelapa sawit tersebar di 19 kecamatan. Izin lahan yang diterbitkan mencapai 765.800 hektare.
Namun, banyak perusahaan beroperasi tanpa menyelesaikan Hak Guna Usaha (HGU). Proses HGU yang bisa memakan waktu hingga empat tahun membuat konflik dengan masyarakat terus muncul.
“Persoalan HGU sering menjadi pemicu tuntutan masyarakat, terutama di wilayah yang bersinggungan langsung dengan perkebunan,” ungkap pejabat Distanakbun.
Selain HGU, masalah lain terus berulang: pencurian buah sawit, konflik plasma dengan koperasi, hingga tumpang tindih kawasan hutan.
DPRD Kritik Lemahnya Pengawasan Pemkab
Komisi III DPRD Ketapang menilai lemahnya pengawasan Pemkab memperburuk keadaan. Data yang tidak lengkap membuat DPRD kesulitan menjalankan fungsi kontrol.
Ketua Komisi III DPRD Ketapang, Mia Gayatri, menegaskan, “Ketika kami turun ke lapangan, sering kali tidak memegang data izin perusahaan. Karena itu, kami minta DPMPTSP dan Distanakbun memberikan data yang akurat.”
Wakil Ketua Komisi III, Rion Sardi, menyoroti penanaman di luar izin seluas 227 hektare sejak 2013 yang tidak pernah ditindak.
“Hal ini tidak bisa dibiarkan. Pemda harus berani menjatuhkan sanksi kepada perusahaan yang terbukti melanggar,” tegasnya.
Sementara Anggota Komisi III, Ali Sadikin, menambahkan, “Ada perusahaan yang sudah 11 tahun menanam di luar HGU, tapi tidak ditindak. Ini jelas merugikan masyarakat.”
Kontribusi Minim, Kerusakan Masif
Meski investasi triliunan rupiah digelontorkan, perusahaan dituding tak memberi kontribusi berarti bagi pembangunan manusia. Beasiswa pendidikan sangat terbatas, program pemberdayaan ekonomi masyarakat nyaris nihil, dan kerusakan jalan akibat lalu lintas angkutan perusahaan menjadi keluhan rutin warga.
Lebih parah, kerusakan lingkungan akibat tambang semakin nyata: sungai tercemar, lahan kritis meluas, hingga sumber air bersih masyarakat terancam. Alih-alih menghadirkan kesejahteraan, investasi justru meninggalkan beban sosial dan ekologis.
Angka Kemiskinan dan Pengangguran Tinggi
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Ketapang mencatat tingkat pengangguran terbuka sebesar 6,36% per Mei 2025, angka yang meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu, jumlah anak tidak sekolah mencapai 17.577 jiwa per September 2025—sebuah angka yang mencerminkan rapuhnya fondasi pembangunan sumber daya manusia di daerah kaya investasi ini.
DPRD Ketapang bahkan mendesak Pemkab memfokuskan APBD Perubahan 2025 untuk penanganan serius masalah pendidikan dan ketenagakerjaan.
Sinergi Eksekutif–Legislatif Diuji
Sekretaris Komisi III, M. Puadi, menekankan pentingnya sinergi Pemkab dan DPRD dalam evaluasi perusahaan.
“Jika data akurat, maka penyelesaian persoalan akan lebih cepat, dan perusahaan pun merasa aman untuk berinvestasi di Kabupaten Ketapang,” ujarnya.
Komisi III berkomitmen terus mengawal persoalan ini, mulai dari pembaruan data perizinan, sanksi tegas bagi perusahaan pelanggar, hingga mendorong kontribusi nyata perusahaan terhadap masyarakat. (AS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar