
Ketapang, Lensajurnalis.com – Bea Cukai Ketapang secara resmi menyerahkan tersangka berinisial MY beserta barang bukti berupa 166.400 batang rokok ilegal tanpa pita cukai kepada Kejaksaan Negeri Ketapang pada Senin (5/5/2025).
Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai Ketapang, La Ode Rahmad Ajasma, menjelaskan bahwa pelimpahan ini merupakan bentuk nyata sinergi antara Bea Cukai dan Kejaksaan dalam menegakkan hukum serta melindungi kepentingan negara dan masyarakat dari peredaran barang ilegal.
“Sinergi antarinstansi sangat penting dalam upaya memaksimalkan kinerja dan penguatan penegakan hukum, terutama dalam penyelesaian kasus kepabeanan dan cukai,” ujar La Ode.
Kasus ini bermula dari penindakan pada 6 Maret 2025 di wilayah Sungai Beliung, Kecamatan Nanga Tayap, Ketapang. Tim Bea Cukai Ketapang menghentikan satu kendaraan yang dikendarai MY, warga Kubu Raya, dan menemukan 17 karton berisi rokok ilegal merek “ERA” dengan total 166.400 batang. Nilai barang tersebut mencapai Rp260.416.000.
Atas perbuatannya, MY dijerat Pasal 54 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, yang telah beberapa kali diubah, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Penyidik Bea Cukai telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejari Ketapang. Setelah berkas dinyatakan lengkap oleh Jaksa Peneliti, dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti untuk proses hukum lebih lanjut.
“Kami menyerahkan tersangka MY beserta barang bukti berupa rokok tanpa pita cukai sebanyak 166.400 batang, dengan nilai barang Rp260 juta lebih. Potensi kerugian negara yang berhasil diamankan diperkirakan mencapai Rp171.114.944,” kata La Ode.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa dalam proses penyelesaian perkara, Bea Cukai juga dapat menerapkan prinsip ultimum remedium sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2023. Prinsip ini memungkinkan penghentian penyidikan untuk kepentingan penerimaan negara, sebagai alternatif sebelum penerapan sanksi pidana.
“Pendekatan ini menempatkan pemulihan kerugian negara sebagai prioritas utama, sejalan dengan fungsi fiskal dari undang-undang cukai. Pidana tetap menjadi opsi, namun sebagai langkah terakhir,” pungkasnya. (HN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar