
Ketapang, Lensajurnalis.com– Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Advokat Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) Kabupaten Ketapang secara resmi menerima mandat untuk mendampingi warga Desa Planjau Jaya dalam menghadapi konflik agraria dengan PT. Minamas Grup. Penandatanganan surat kuasa ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang berlangsung pada Sabtu (31/5/2025) di Kantor Desa Planjau Jaya.
Kegiatan FGD tersebut dihadiri oleh berbagai elemen, termasuk perwakilan masyarakat Desa Planjau Jaya dan desa-desa sekitar, Kepala Desa, serta aparat dari Polsek dan Koramil setempat.
Dalam forum tersebut, ARUN Ketapang menegaskan pentingnya pengesahan peta desa sebagai landasan hukum yang krusial dalam penyelesaian konflik agraria. Berdasarkan hasil pemetaan awal, terdapat lima desa yang teridentifikasi tengah bersengketa dengan PT. Minamas Grup melalui anak perusahaannya, PT. Budidaya Agro Lestari (BAL).
Isu utama yang mencuat dalam diskusi adalah dugaan penyerobotan lahan oleh PT. BAL, baik di dalam maupun di luar wilayah Hak Guna Usaha (HGU). Untuk lahan di luar HGU, saat ini sedang dilakukan investigasi lanjutan guna melengkapi data serta memperkuat dasar pemetaan wilayah yang diklaim oleh masyarakat.
Kepala Desa Planjau Jaya, Lukas Pirno, menyuarakan kekecewaannya terhadap lambannya respons dari Camat Marau, Pemerintah Daerah, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ketapang. Ia mendesak agar Pemerintah Daerah segera menerbitkan peta desa yang valid, mengingat keterlambatan tersebut telah menghambat proses penyelesaian konflik antara warga dan perusahaan.
“Kami mendesak Pemda untuk segera menerbitkan peta desa, karena kami telah melengkapi seluruh data yang diminta dan mengikuti semua prosesnya,” tegas Pirno.
Ketua DPC ARUN Ketapang, Irawan, menyambut kepercayaan masyarakat dengan penuh tanggung jawab dan menyatakan komitmennya untuk mengawal penyelesaian kasus ini hingga ke tingkat nasional. ARUN bahkan berencana mendorong pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI guna mengangkat konflik agraria yang telah berlangsung sejak 1997 tersebut.
“Kami siap berjuang bersama masyarakat Planjau Jaya dalam memperjuangkan hak-haknya. Terima kasih atas kepercayaan dan kerja sama ini,” ujar Irawan.
Irawan juga menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal proses penerbitan peta desa yang hingga kini masih tertunda, meskipun seluruh persyaratan administratif telah dipenuhi. ARUN Ketapang mendesak BPN dan Pemerintah Daerah Ketapang untuk segera menindaklanjuti proses ini sebagai langkah awal penyelesaian konflik yang telah berlarut-larut.
Sementara itu, Ketua DPD ARUN Kalimantan Barat, Binsar Tua Ritonga, turut menyoroti dugaan pelanggaran batas wilayah desa oleh perusahaan sawit di Ketapang. Ia menyebut adanya tumpang tindih antara wilayah Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan dan batas administrasi desa.
“Temuan ini mencuat setelah diketahui bahwa sebagian wilayah desa yang belum memiliki batas resmi dari pemerintah ternyata telah masuk dalam konsesi HGU milik perusahaan besar seperti PT. Minamas Grup, PT. SNP, dan PT. BAL,” ungkap Binsar.
Temuan tersebut merupakan hasil dari rangkaian FGD dan investigasi sepanjang Mei 2025, berdasarkan laporan masyarakat dari empat desa yang mengaku kehilangan ruang kelola dan wilayah hidup akibat masuknya lahan mereka dalam peta HGU. Hal ini diperburuk oleh belum ditetapkannya batas desa secara resmi oleh pemerintah, yang membuat posisi masyarakat menjadi lemah secara hukum.
“Kami menilai ini adalah bentuk kelalaian struktural negara dalam melindungi hak rakyat. Penetapan HGU yang dilakukan tanpa memperhatikan batas administratif desa merupakan pelanggaran serius,” pungkas Binsar. (HN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar